DISTRIBUSI DALAM EKONOMI ISLAM[1]
Oleh: Adib Susilo/ Mua’amalat VI
Pendahuluan
Dalam
dunia ekonomi distribusi merupakan salah satu kegiatan yang tidak
mungkin bisa di hilangkan, karena distribusi apabila tidak dilaksanakan
maka akan terjadi penumpukan produksi barang atau jasa. Telah banyak
para ekonom-ekonom dunia dalam literaturnya yang membahas tentang distribusi dan keadilan dalam distribusi. Baik itu ekonom muslim maupun ekonom kapitalis dan sosialis.
Dalam literature-literatur tersebut, para ekonom mengatakan bahwa dalam kegiatan ekonomi harus ada etika atau moral hazard, sehingga tidak terjadi ketimpangan-ketimpangan. Max weber dalam bukunya The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism
mengatakan hal senada yaitu adanya hubungan antara etika, agama dan
kegiatan ekonomi. Dan itulah yang ada dalam ekonomi islam dari sejak
islam dilahirkan.
Namun
dalam kenyataannya ekonom kapitalis memisahkan etika, ajaran agama,
dengan kegiatan ekonomi. Etika yang ada dalam ekonomi kapitalis hanya
didasari pertimbangan materi dan keuntungan semata. Sehingga makin
terlihat kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Dan hal itu sangat
terasa pada masa sekarang ini. Dimana distribusi yang harusnya
tersalurkan kepada masyarakat tidak tersalurkan.
Salah
satu contohnya adalah ihtikar atau menimbun barang sehingga barang
menjadi langka dan harga barang menjadi naik. Hal ini dibenarkan oleh
kaum kapitalis, karena etika menurut mereka berdasarkan pertimbangan
materi. Jika hal ini berlanjut, maka distribusi yang seharusnya
tersalurkan tidak tersalurkan. Sehingga kesenjangan yang terjadi antara
si kaya dan si miskin seolah tak dapat di hilangkan.
Oleh
karena itu di dalam distribusi harus ada keadilan, sehingga terciptalah
keseimbangan dalam perekonomian. Yang jadi pertanyaa di sini adalah
bagaimanakah keadilan distribusi dalam islam? Apa definisi adri
distribusi dan keadilan itu? Di dalam makalah singkat ini penulis
mencoba memaparkan itu secara ringkas.
Keadilan dan distribusi
Untuk
mengetahui apa dan bagaimana keadilan distribusi maka kita harus
mengetahui apa pengertian dari keadilan dan distribusi itu sendiri.
Keadilan adalah
kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan
memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika
Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20,
menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari
institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" .[2] Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil".[3]
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum,
dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang
menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan
memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan
dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri
tidak jelas. keadilan intinya adalah lawan dari dholim yaitu meletakan
seseuatu bukan pada tempatnya jadi keadilan itu meletakkan segala
sesuatunya pada tempatnya.
Sedangkan
distribusi secara garis besar, dapat diartikan sebagai kegiatan
pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang
dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai
dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat
dibutuhkan). Dengan kata lain, proses distribusi merupakan aktivitas
pemasaran yang mampu:
1. Menciptakan
nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran yang dapat
merealisasikan kegunaan/utilitas bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan.
2. Memperlancar
arus saluran pemasaran (marketing channel flow) secara fisik dan
non-fisik. Yang dimaksud dengan arus pemasaran adalah aliran kegiatan
yang terjadi di antara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di dalam
proses pemasaran. Arus pemasaran tersebut meliputi arus barang fisik,
arus kepemilikan, arus informasi, arus promosi, arus negosiasi, arus
pembayaran, arus pendanaan, arus penanggungan risiko, dan arus
pemesanan.
Dalam
pelaksanaan aktivitas-aktivitas distribusi, perusahaan kerapkali harus
bekerja sama dengan berbagai perantara (middleman) dan saluran
distribusi (distribution channel) untuk menawarkan produknya ke pasar.
Secara
lebih eksplisit dalam dalam al-Qur’an telah dijelaskan apa yang
dimaksud dengan distribusi, yaitu sebagaimana firman Allah berikut ini :
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الَصلوةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
(al-Baqarah : 3)
مَا
أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ
السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا
آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa
saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar hanya di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukum-Nya.
(al-Hasyr : 7)
Distribusi memiliki tujuan, dan tujuan dalam distribusi ada 4:
1. menyalurkan barang sampai ke konsumen
2. meraih keuntungan
3. memperlancar proses produksi
4. membantu konsumen mendapatkan barang
agar distribusi itu lancar dalam menyalurkan barang atau jasa, distributor memiliki tiga macam cara, yaitu :
1. Distribusi
langsung, yaitu distribusi yang dilakukan langsung oleh produsen kepada
konsumen. Biasanya dilakukan bila barang tidak tahan lama dan luas
pasar kecil.
2. Distribusi
semi langsung, distribusi yang mempergunakan jasa agen menjual
barangnya di wilayah tertentu sebagai perwakilan produsen. misalnya
dalam otomotif kita kenal dengan ATPM atau Agen Tunggal Pemegang Merek.
3. Distribusi tidak langsung, yaitu distribusi yang melalui banyak perantara seperti grosir, warung, pedagang asongan.
Dalam distribusi ada unsur penting yaitu perantara dan dibagi menjadi :
1. Agen,
perantara yang bertugas menjual barang dari sebuah lembaga produsen di
wilayah tertentu dengan harga yang ditetapkan produsen. pendapatannya
disebut gaji, bonus.
2. Komisioner, perantara atas nama sendiri dan tidak bertanggung jawab kepada salah satu produsen. Pendapatannya disebut komisi.
Makelar,
perantara atas nama sebuah lembaga distribusi. Terikat pada peraturan
yang telah disepakati dan pendapatannya disebut kurtasi atau provisi.
Keadilan distribusi dalam islam
Distribusi
dalam ekonomi kapitalis dilakukan dengan cara memberikan kebebasan
memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat, sehingga
setiap individu masyarakat bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang ia
mampu dan sesuai dengan factor produksi yang dimilikinya dengan tidak
memperhatikan apakah pendistribusian tersebut merata dirasakan oleh
semua individu masyarakat atau hanya bagi sebagian saja.[4] Teori yang diterapkan oleh system kapitalis ini adalah salah dan dalam pandangan ekonomi Islam adalah dzalim sebab
apabila teori tersebut diterapkan maka berimplikasi pada penumpukan
kekayaan pada sebagian pihak dan ketidakmampuan di pihak yang lain.[5]
Lalu bagaimanakah dengan islam? Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan.[6] Kebebasan
disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh
nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis
yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat
dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai
keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang
dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara
suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Keberadilan dalam
pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-Qur’an agar supaya
harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya
beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat
memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu
keseluruhan.[7]
Sistem
ekonomi Islam sangat melindungi kepentingan setiap warganya baik yang
kaya maupun yang miskin dengan memberikan tanggung jawab moral terhadap
si kaya untuk memperhatikan si miskin. Islam mengakui sistem hak milik
pribadi secara terbatas, setiap usaha apa saja yang mengarah ke
penumpukan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir orang
dikutuk. al-Qur’an menyatakan agar si kaya mengeluarkan sebagian dari
rezekinya untuk kesejahteraan masyarakat, baik dengan jalan zakat,
sadaqah, hibah, wasiat dan sebagainya, sebab kekayaan harus tersebar
dengan baik.
Kesimpulan
Bahwasanya
dalam distribusi harus ada keadilan agar tercipta keseimbangan dalam
perekonomian. Dimana islam telah mengaturnya di dalam Al-Qur’an dengan
sedikit contoh distribusi sebagai ilustrasi.
مَا
أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ
السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا
آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa
saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar hanya di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukum-Nya.
(al-Hasyr : 7)
Seperti
dijelaskan dari ayat di atas, bahwa agar harta kekayaan tidak hanya
beredar di antara orang-orang kaya maka harus ada distribusi kepada
asnaf yang tersebut di dalam Al-Qur’an.
Yang
terjadi saat ini adalah bahwa distribusi belum merata sehingga
menciptakan kesenjangan social yang tinggi antara orang kaya dan orang
miskin. Hal ini di karenakan system kapitalis yang menjunjung tinggi
kebebasan individu dalam kegiatan ekonomi sehingga meng-halal-kan apapun
untuk kesejahteraan individual.